Para pejabat dan pegawai di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora RI) diajak untuk berani menolak segala bentuk praktik korupsi yang terjadi di lingkungan pekerjaan. Dalam rangka manajemen risiko dan juga mewujudkan zona integritas di Kemenpora.
Jakarta: Para pejabat dan pegawai di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora RI) diajak untuk berani menolak segala bentuk praktik korupsi yang terjadi di lingkungan pekerjaan. Dalam rangka manajemen risiko dan juga mewujudkan zona integritas di Kemenpora.
Ajakan ini disampaikan Tenaga Ahli Menpora Bidang Pencegahan Korupsi Ambarita Damanik dalam paparannya pada Sosialisasi Manajemen Risiko dan Bimbingan Teknis (Bimtek) Zona Integritas di The Bellezza Hotel, Jalan Permata Hijau Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (12/12) pagi.
Salah satu penekanannya adalah para pegawai harus berani menolak perintah dari atasan atau pimpinan yang terindikasi merupakan praktik korupsi.
“Bapak dan Ibu harus berani menolak perintah atasan untuk melakukan korupsi. Jangan hanya bilang ‘Siap’, tetapi yang dilakukan adalah pekerjaan yang salah,” tutur Tenaga Ahli Ambarita Damanik.
Menurut Ambarita, kesetiaan seorang pegawai bukanlah pada atasannya. Melainkan kesetiaan itu pada lembaga atau kementerian tempatnya bekerja. Dengan kesetiaan seperti itu, maka seorang pegawai pasti akan melakukan yang terbaik dan tidak mencoreng nama baik lembaga tempatnya bekerja.
Kata Tenaga Ahli Menpora, bentuk praktik korupsi yang biasanya dilakukan oknum tidak bertanggung jawab adalah dengan membungkusnya dalam wujud kegiatan di tempat kerja. Misalnya kegiatan yang semestinya bisa dikerjakan dua atau tiga orang saja, namun pada praktiknya sampai melibatkan sepuluh orang.
“Bapak dan Ibu jangan mau seperti itu, karena nanti Bapak dan Ibu yang akan kena. Jangan mau dilibatkan bila memang tidak diperlukan,” pesan pria yang pernah bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI ini.
Keberadaan pimpinan ini menurut Ambarita memiliki peran penting dalam pencegahan korupsi. Dengan mengibaratkan ikan busuk dimulai dari bagian kepala, yang artinya keburukan suatu unit kerja dimulai dari pimpinannya.
Korupsi sendiri, papar Ambarita, biasanya terjadi karena tidak adanya kedisiplinan. Meliputi tidak disiplin dalam menyusun rencana dan anggaran, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan juga monitoring evaluasi. Karenanya kedisiplinan ini perlu juga menjadi perhatian.
Lebih lanjut disampaikan, upaya pencegahan korupsi memang perlu dilakukan. Lantaran korupsi mengakibatkan kerugian-kerugian, di antaranya kerugian negara, kerugian perekonomian negara, terhambatnya pembangunan nasional, serta rusaknya tatanan sosial. (luk)