Para Pemimpin Muda Diajak Jadi Inisiator dan Terlibat dalam Relawan Bencana

Para pemimpin muda diajak untuk menjadi inisiator dan terlibat dalam relawan bencana. Ajakan ini datang dalam Talkshow untuk Pemimpin Muda bertajuk “Gerak Bersama, Tangguh Bencana di Wisma Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI), Kamis (14/12) siang.

Para Pemimpin Muda Diajak Jadi Inisiator dan Terlibat dalam Relawan Bencana Para pemimpin muda diajak untuk menjadi inisiator dan terlibat dalam relawan bencana. Ajakan ini datang dalam Talkshow untuk Pemimpin Muda bertajuk “Gerak Bersama, Tangguh Bencana di Wisma Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI), Kamis (14/12) siang.(foto:raiky/kemenpora.go.id)

Jakarta: Para pemimpin muda diajak untuk menjadi inisiator dan terlibat dalam relawan bencana. Ajakan ini datang dalam Talkshow untuk Pemimpin Muda bertajuk “Gerak Bersama, Tangguh Bencana di Wisma Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI), Kamis (14/12) siang.

Shendy Ristandi selaku Community Engagement Coordinator Indorelawan yang menjadi narasumber dalam gelar wicara ini mengatakan, para pemuda khususnya pemimpin muda perlu menginisiasi upaya-upaya penanggulangan bencana. Pasalnya kaum muda memiliki kreativitas, jejaring, dan aksesibilitas yang diperlukan dalam upaya penanggulangan bencana tersebut.

“Misalnya menginisiasi pengadaan APAR (alat pemadam api ringan, Red.), atau menginisiasi adanya pusat evakuasi apabila terjadi bencana,” sebut Shendy.

Menurutnya, usia bumi yang makin tua menyebabkan potensi kebencanaan kerap terjadi. Termasuk juga anomali cuaca semisal cuaca terik yang tiba-tiba berganti hujan. 

Banyaknya permasalahan kebencanaan inilah yang yang bisa dikulik oleh para pemimpin muda untuk menggali potensi apa yang bisa dilakukan untuk ikut berperan dalam penanggulangan bencana tersebut. Hal tersebut salah satunya bisa dilakukan dengan menjadi relawan kebencanaan.

“Esensi menjadi relawan adalah membuka akses bagi masyarakat yang tidak memiliki akses, misalnya akses politik atau akses pendidikan. Supaya dari situ terjadi ada community building untuk memberdayakan masyarakat,” beber Shendy.

Sementara itu narasumber lainnya Titi Moektijasih selaku Humanitarian Affairs Analyst at U OCHA memaparkan, pentingnya koordinasi oleh para relawan dalam upaya penanggulangan bencana. Salah satunya koordinasi denga pemerintah. Supaya upaya yang dilakukan bisa berkesinambungan.

“Betapa pentingnya koordinasi, dalam hal ini harus ada yang mengarahkan. Itulah yang kami dorong,” kata Titi seraya menyebut koordinasi bisa berjalan baik dengan mekanisme bersama yang memiliki rencana, piranti, rutinitas, peran, serta kedekatan. 

Menurut Titi, masalah dan tantangan yang dihadapi para pelaku kemanusiaan salah satunya adalah perlunya koordinasi. Ada banyak organisasi dan relawan, bagaimana agar kesemuanya ini bisa saling terkoneksi.

“Tantangan terbesar di Indonesia adalah bagaimana mengoordinasikan ribuan organisasi dalam penanggulangan bencana pada tiga fase. Yaitu sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana,” beber Titi.

Karenanya diperlukan kolaborasi yang bersifat pentahelix yang melibatkan lima pihak. Meliputi pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan juga media. Dari situlah maka Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membentuk Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana (SKPDB).

“Maka keluarlah Klaster Nasional Penanggulangan Bencana yang bekerja pada seluruh fase, saat tanggap darurat melebur dengan SKPDB melalui bagian operasi,” terang Titi. (luk)
 

Tag
BAGIKAN :
PELAYANAN