Pemuda tak pantang menyerah, pemuda selalu siap menerima tantangan. Itulah yang diyakini Jumarudin, pemuda 27 tahun asal Grobogan, Jawa Tengah (Jateng), yang terpilih menjadi satu dari 42 orang imam masjid yang akan bertugas di Uni Emirat Arab (UEA).
Jakarta: Pemuda tak pantang menyerah, pemuda selalu siap menerima tantangan. Itulah yang diyakini Jumarudin, pemuda 27 tahun asal Grobogan, Jawa Tengah (Jateng), yang terpilih menjadi satu dari 42 orang imam masjid yang akan bertugas di Uni Emirat Arab (UEA).
Jebolan Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) ini awalnya tak menyangka bakal terpilih menjadi imam masjid di dataran Arab. Kala melihat pengumuman seleksi imam masjid untuk UEA dari Bimas Kementerian Agama (Kemenag), yang ada di benaknya hanya merasa tertantang untuk mencoba.
“Program ini merupakan kerja sama Pemerintah Indonesia dengan UEA, yang membutuhkan imam-imam asal Indonesia. Angkatan saya ini yang keenam,” terang Jumarudin saat bersua portal Kemenpora, Senin (18/12) siang.
Jumarudin yang kala itu masih menjadi pengajar di Pondok Pesantren Insan Kamil Karanganyar pun mengikuti sejumlah seleksi. Mulai dari seleksi daring, hingga seleksi langsung di Jakarta 20 hingga 22 Mei 2023. Pada seleksi di Jakarta, anak keempat dari enam bersaudara ini terpilih dan bakal berangkat ke UEA bersama kandidat-kandidat lainnya.
“Saya tidak menyangka bisa terpilih, karena peserta yang lain itu pendidikannya lebih tinggi dari saya, malahan ada yang lulusan Mesir. Apalagi kuliah saya di jurusan umum, bukan agama,” ungkap pria yang karib disapa Jumar ini.
Semasa remaja, Jumar memang sudah akrab dengan pendidikan agama. Dia menjalani kehidupan di pondok pesantren sembari mengenyam pendidikan bangku SMP dan SMA. Selepas SMA, ketika memutuskan mengambil jurusan pengetahuan umum, kehidupannya juga tak lepas dari masjid.
“Saya sudah menjadi imam masjid sejak saya kuliah, kebetulan selama kuliah saya memang tinggal di masjid kampus, sebagai takmir. Saya juga aktif di organisasi keagamaan di kampus,” tutur pria kelahiran Grobogan, 27 September 1996 ini.
Karenanya serangkaian tes meliputi membaca dan hapalan Al-Qur’an, fikih dasar, hingga percakapan bahasa Arab bukan hal asing lagi baginya. Pada proses seleksi di Jakarta saja, Jumar secara langsung dites oleh para syekh dari negara yang beribu kota di Abu Dhabi ini.
“UEA senang dengan imam asal Indonesia karena bacaan Al-Qur'an orang Indonesia itu fasih. Setahu saya lidah orang Indonesia bisa menyesuaikan dengan bahasa apapun, khususnya bahasa Arab,” terang Jumar yang bakal ditempatkan di wilayah Fujairah.
Sebagai representasi Indonesia nantinya, Jumar mengaku akan selalu membawa nama baik Tanah Air. Dalam hal ini dia akan menunjukkan keramahan Indonesia khususnya budaya yang santun. Kalau ada kesempatan, Jumar pun ingin bisa melanjutkan pendidikan tingginya.
Terkait pencapaiannya ini, Jumar menyatakan bahwa pemuda memiliki banyak peluang untuk meraih prestasi. Apalagi di masa sekarang ini begitu banyak kesempatan yang bisa dicoba. Seperti dirinya yang selalu merasa tertantang mencoba hal-hal baru yang positif.
“Yang terpenting kita berusaha untuk menjadi yang terbaik dari versi kita masing-masing. Karena setiap orang itu pasti memiliki spesialisasi yang berbeda-beda, sesuai dengan apa yang kita pilih. Harus merasa tertantang dan bila ada kesempatan jangan ragu untuk memaksimalkannya,” urai Jumar.
Tantangan-tantangan tersebut rupanya lekat dengan kehidupan Jumar sedari kecil. Berasal dari keluarga petani yang kurang mampu, dia sudah terbiasa berjuang dalam kerasnya kehidupan. Pendidikan Jumarudin di bangku sekolah menengah saja didapatkan melalui beasiswa.
“Buat saya tantangan itu untuk bisa menerjang batasan-batasan kita. Untuk menunjukkan bahwa meskipun kita masih muda, kita bisa untuk go internasional. Selama kita berusaha maksimal, kita bisa mencapai apa yang dicita-citakan,” tegas putra pasangan Parmin dan Warti ini. (luk)